Tuesday, June 12, 2018

PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

PROSES PEMBUATAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

  1. A) Proses Pembentukan Undang-Undang
Undang-undang adalah peraturan perundangan, yang dalam pembentukannya Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Ketentuan tersebut diatur dalam UUD 1945 Pasal5 Ayat 1 “Presiden berhak mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada DPR”, Pasal20 Ayat 1 “DPR memegang kekuasaan membentuk UU” dan Pasal 20 Ayat 2 “Setiap RUU dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama” .
Dalam pembentukan suatu undang-undang, sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2004, maka tahap-tahapnya meliputi:

  1. a)RUU yang diajukan presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah non departemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
  2. b)RUU yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR
  3. c)RUU yang berasal dari DPD dapat diajukan kepada DPR
  4. d)RUU yang telah disiapkan oleh presiden diajukan dengan suart presiden kepada pimpinan DPR
  5. e)DPR membahas RUU dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat Presiden diterima.
  6. f)RUU yang berasal dari DPR disampaikan dengan surat pimpman DPR kepada presiden
  7. g)Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
  8. h)Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan RUU dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan DPR, sedangkan RUU yang disampaikan presiden dipakai sebagai pembanding.
  9. i)Pembahasan RUU di DPR dilakukan oleh DPR bersama Presiden Menteri yang ditugasi.
  10. j)Keikutsertaan DPD dalam pembahasan RUU hanya pada rapat komisi panitia alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislatif
  11. k)Pembahasan bersama dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan dilakukan dalam rapat komisi/panitia alat kelengkapan DPR yang menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
  12. l)Dewan Perwakilan Daerah memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU tentang APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
  13. m)RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi UU, penyampaian tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
  14. n)Presiden membubuhkan tangan tangan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak RUU disetujui bersama oleh DPR dan presiden.
  15. o)Bila RUU yang telah disetujui bersama, dalam waktu 30 hari tidak ditandangani oleh Presiden, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan. Adapun rumusan kalimat pengesahannya adalah:  UU ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ay at (5) UUD NKRI Tahun 1945.
  16. p)Peraturan perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam:
1)   Lembaran Negara RI
2)   Berita Negara RI
3)   Lembaran Daerah; atau
4)   Berita Daerah
  1. q)Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI, meliputi :
1)   UU/PERPU
2)   Peraturan Pemerintah
3)   Peraturan Presiden mengenai
ü pengesahan perjanjian antara negara RI dan negara lain atau badan intemasional ; dan
ü pernyataan keadaan bahaya
  1. r)Tambahan Lembaran Negara RI memuat penjelasan peraturan perundan-undangan yang dimuat dalam LNRI
  2. s)Tambahan Berita Negara RI memuat penjelasan peraturan perundang-undang yang dimuat dalam Berita Negara RI.
Menurut Kepres No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara mempersiapkan RUU dijelaskan sebagai berikut:
1)   Prakarsa Penyusunan Rancangan Undang-Undang yang Berasal dari Pemerintah
Secara singat dapat disimpulkan sebagai berikut. Pembuatan RUU diprakarsai menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen yang selanjutnya disingkat pimpinan lembaga. Penyusunan RUU melalui tahap-tahap sebagai berikut.
  1. a)Menyusun draf RUU sesuai bidang tugas masing-masing, selanjutnya
  • Draf RUU tersebut harus dimintakan persetujuan presiden,
  • Dikonsultasikan kepada menteri kehakiman dan menteri, serta pimpinan lembaga lainnya yang terkait.
  1. b)Menyusun rancangan akademik mengenai RUU yang akan disusun bersama dengan menteri kehakiman. Pelaksanaannya dapat diserahkan kepada:
  • Perguruan Tinggi,
  • Organisasi sosial,
  • Organisasi ‘politik,
  • Organisasi profesi ataukemasyarakatan lainnya sesuai kebutuhan.
Hal ini dilaksanakan agar terwujud keharmonisan, kebulatan, dan kemantapan konsepsi terhadap RUU.
  1. c)Selanjutnya menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa resmi mengajukan permintaan persetujuan prakarsa penyusunan RUU kepada presiden.
  2. d)Persetujuan presiden terhadap prakarsa penyusunan RUU diberitahukan secara tertulis oleh menteri sekretaris negara kepada menteri atau lembaga pemrakarsa dengan tembusan menteri kehakiman.
2) Panitia antardepartemen dan lembaga
Dalam pembuatan Rancangan Undang-Undang (RUU), pemrakarsa pembentuk RUU membentuk panitia, disebut “Panitia antardepartemen dan lembaga”. Panitia ini diketuai oleh pejabat yang ditunjuk sebagai sekretarisnya adalah kepala biro hukum atau kepala satuan kerja yang menyelenggarakan fungsi di bidang perundang-undangan pada departemen atau lembaga pemrakarsa tersebut.
Selanjutnya, struktur panitia tersebut dibuatkan surat keputusan. Dengan terbitnya smat keputusan itu panitia kemudian melaksanakan tugas menyusun RUU.
3) Konsultasi RUU
Pada tahap konsultasi ini, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan RUU menyampaikan RUU yang telah dihasilkan oleh panitia kepada menteri kehakiman dan menteri atau pimpinan lembaga lainnya yang terkait, untuk memperoleh pendapat, saran, dan pertimbangan terlebih dahulu.
Kemudian menteri kehakiman membantu mengolah seluruh pendapat, sa­ran, dan pertimbangan tersebut. Apabila RUU telah memperoleh kesepakatan dan tidak mengandung permasalahan yang berkaitan dengan aspek tertentu di bidang ideologi , politik, ekonomi, sosial budaya, hukum atau pertahanan keamanan, barulah menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa pembuatan RUU mengajukan RUU tersebut kepada presiden. Selanjutnya menteri sekretaris negara mempersiapkan amanat presiden untuk penyampaiannya kepada pimpinan DPR.
4)  Penyampaian RUU kepada DPR
Pada tahap ini, RUU yang sudah disiapkan disampaikan presiden kepada DPR. Dalam amanat presiden ditegaskan hal-hal yang dianggap perlu antara lain:
ü sifat penyelesaian RUU yang dikehendaki,
ü cara penanganan dan pembahasan RUU, dan menteri yang ditugasi presiden dalam pembahasan RUU di DPR. 
5) Prakarsa Penyusunan Rancangan UndangUundang yang Berasal dari DPR
Berdasarkan peraturan Tata tertib DPR RI Nomor 9/DPR-RI/I/1997-1998. RUU yang berasal dari DPR (inisiatif DPR) adalah sebagai berikut.
  1. a)RUU diusulkan/diajukan oleh sepuluh orang anggota DPR yang tidak hanya terdiri atas satu fraksi atau oleh gabungan komisi. Disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis disertai daftar nama, tanda tangan, dan nama fraksi pengusul.
  2. b)Kemudian dalam rapat paripurna; ketua sidang memberitahukan dan membagikan usul RUU tersebut kepada seluruh anggota DPR.
  3. c)Selanjutnya diadakan rapat  Badan Musyawarah DPR (Bamus OPR) untuk:
  • Memberikan kesempatan kepada pengusul menyampaikan penjelasan tentang maksud dan tujuan RUU usul inisiatif tersebut.
  • Melakukan tanya jawab dan pembahasan oleh anggota Bamus DPR, dan
  • Menentukan waktu pembicaraan RUU tersebut dalam paripurna.
  1. d)Apabila Bamus menganggap cukup, maka usul RUU tersebut kemudian dibawa ke dalam rapat paripurna di dalam rapat paripurna ini pengusul memberikan penjelasan dan ditanggapi oleh fraksi-fraksi untuk kemudian diambil keputusan.
  2. e)Apabila usul RUU tersebut diputuskan menjadi RUU inisiatif DPR, makaDPR akan menunjuk suatu komisi/rapat gabungan komisi/panitia khusus untuk membahas dan menyempurnakan RUU usul inisiatif DPR tersebut.
  3. f)Setelah disempurnakan RUU kemudian dibagikan kepada para anggotaDPR, dan oleh pimpinan DPR disampaikan kepada presiden.
  4. g)Selanjutnya RUU tersebut dibahas di DPR bersama pemerintah.
6). Proses Pembahasan RUU di DPR
Proses pembahasan rancangan undang-undang (RUU) ada 4 (empat) tingkatan, sebagai berikut.
Tingkat I : Rapat Paripurna
Dalam rapat paripurna ini, apabila RUU itu datang dari pemerintah, maka pembicaraan pertama adalah pemerintah memberikan keterangan atau penjelasan mengenai rancangan uridang-undang (RUU) yang diajukannya itu. Apabila RUU itu yang mengajukan DPR, maka yang memberikan penjelasan adalah pihak DPR, dalam hal ini dapat disampaikan oleh pimpinan Komisi atau Rapat Gabungan Komisi atau Panitia Khusus.
Pembicaraan Tingkat II : Rapat Paripurna
  • RUU yang datang dari Pemerintah.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) itu dari pemerintah, maka diadakan pemandanganumum oleh setiap fraksi di DPR terhadap rancangan urtdang- undang (RUU) tersebut. Setelah itu pemerintah menyampaikan jawaban terhadap pemandangan umum tersebut.
  • RUU yang datang dari DPR.
Apabila rancangan undang-undang (RUU) dari inisiatif DPR, maka diadakan tanggapan dari pemerintah terhadap rancangan undang­undang (RUU) tersebut. Setelah itu DPR menyampaikan jawaban dan penjelasan, dalam hal ini dapat disampaikan oleh pimpinan komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus atas nama DPR terhadap tanggapan pemerintah.
Pembicaraan Tingkat III : Rapat KomisifRapat Gabungan KomisifRapat Panitia Khusus
Semua rancangan undang-undang (RUU) dibahas secara keseluruhan mulai dari pembukaan, pasal-pasal, hingga bagian akhir rancangan undang-undang tersebut. Dalam pembicaraan tingkat III ini, dapat dilakukan pembahasan secara bersama antara DPR dan pemerintah, atau khusus oleh DPR saja.
Pembicaraan Tingkat IV : Rapat Paripurna
Pada pembahasan rapat paripurna ini, yakni pada tingkat keempat, antara lain disampaikan:
  1. a)laporan hasil pembicaraan rapat tingkat 
  2. b)pendapat akhir dari masing-masing fraksi di DPR, apabila perlu disertai catatan penting tentang pendapat fraksi,
  3. c)pengambilan keputusan, pemerintah diberi kesempatan untuk menyampaikan sambutan terhadap pengambilan keputusan tersebut di atas.
7). Proses Pengesahan dan Pengundangan
RUU yang telah disetujui DPR oleh pi~pinan DPR dikirimkan kepada presiden melalui sekretariat negara untuk mendapat pengesahan dari presiden. Setelah disahkan oleh presiden, maka RUU tersebut menjadi undang-undang, kemudian diundangkan oleh menteri sekretaris negara dan berlaku secara nasionaL
  1. B) Proses Penyusunan Peraturan Perundang-undangan di Tingkat Daerah
Peraturan daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus· daerah yang bersangkutan. Sebelum menjadi Peraturan Daerah (Perda), terlebih dahulu diproses di lembaga legislatif daerah yakni di DPRD provinsi atau DPRD kabupaten atau kota.
Dalam proses pembuatan perda pertama kali, gubernur mengajukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) untuk mendapatkan pengesahan dari DPRD ‘provinsi, dan diajukan oleh bupati atau wali kota jika Raperda kabupaten/kota untuk mendapatkan pengesahan dari DPRD kabupaten/kota. Raperda tersebut kemudian dibahas secara bersama-sama antara gubernur dan DPRD provinsi, atau antara bupati/wali kota bersama dengan DPRD kabupaten/kota. Selain itu di tingkat desa/kelurahan juga dimungkinkan dibuat aturan-aturan. Peraturan desa dibuat oleh Lurah atau Kepala Desa bersama dengan Badan Perwakilan Desa (BPD) atau badan yang setingkat. Tata cara pembuatan peraturan desa diatur dengan peraturan daerah kabupaten/kota yang bersangkutan.

No comments:

Post a Comment