Tuesday, June 12, 2018

PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA

PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA

 Ada yang menyamakan antara pengertian rakyat dengan bangsa. Rakyat atau dalam bahasa Inggris disebut people dan bangsa disebut nation sebenarnya tidaklah sama persis artinya, meskipun di antara keduanya ada persamaan yang fundamental. Bangsa senantiasa adalah rakyat, namun suatu rakyat tidaklah selalu merupakan bangsa (nation). Untuk menjadi suatu bangsa, menurut Kohn (F. Isjwara, 1999: 128) maka rakyat harus memiliki essensi psychis yakni a living and active corporate will (kehendak untuk aktif tinggal atau hidup bersama-sama), dan menurut Hertz (F. Isjwara, 1999: 128), bangsa memiliki “kesadaran nasional” sedangkan rakyat tidak. Bila ditinjau dari faktor objektif, agama, ras, kebudayaan, bahasa, asal keturunan sering dianggap sebagai inti atau hakikat bangsa.

          Namun demikian ada juga yang menyamakan pengertian bangsa dengan ne­ga­ra, seperti misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/United Nations Orga­nization) anggota-anggotanya adalah perwakilan dari negara-negara yang ada di dunia. Namanya perserikatan bangsa-bangsa, tetapi di dalamnya ada beberapa negara.
          Bangsa tidak selalu identik dengan negara, karena ada bangsa yang tidak bernegara dan ada negara yang meliputi berbagai bangsa, seperti misalnya Amerika Serikat, Uni Soviet (dahulu). Hubungan bangsa dengan negara dalam ilmu politik memberikan penjelasan bahwa negara merupakan organisasi politik bangsa. Sebagai organisasi politik bangsa, tentunya negara yang ada merupakan organisasi yang dikelola oleh bangsa sebagai anggota negara yang bersangkutan. Menurut Max Sylvius Handman (F. Isjwara, 1999: 129), bangsa sebagai organisasi formal dari rakyat, negara tidak usah merupakan bangsa, tetapi bangsa harus menjadi negara.
          Namun menurut Staatsnatie theorie (teori negara/bangsa), negaralah yang membentuk bangsa, dan bukan bangsa menimbulkan negara. Hal ini terkait dengan persoalan nasionalisme yang bertujuan melanjutkan keadaan bernegara dengan pembentukan negara nasional tersendiri.
          Istilah negara merupakan terjemahan dari kata staat (bahasa Belanda), state (bahasa Inggris), etat (bahasa Perancis). Terjemahan dari kata-kata tersebut sebenarnya untuk mengingatkan kita pada pertumbuhan sistem negara modern yang dimulai dari benua Eropa pada abad ke-17.
          Istilah staat mula-mula dipergunakan di Eropa Barat pada abad ke-15, bahwa kata staat, state, etat itu dialihkan dari kata status atau statum (bahasa Latin) yang secara etimologis berarti sesuatu yang memiliki sifat-sifat tegak dan tetap.
          Beberapa ahli mengartikan kata status ini secara beragam, seperti misalnya Cicero (F. Isjwara, 1999: 90) mengartikan sebagai standing atau station (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup manusia. Kranenburg (F. Isjwara, 1999: 91) yang menyatakan bahwa lo stato (dari bahasa Itali) yang dialihkan dari kata status memiliki arti pertama-tama keseluruhan jabatan tetap, kemudian diartikan sebagai pejabat-pejabat dari jabatan itu sendiri, penguasa beserta pengikutnya, dan akhirnya diartikan secara luas sebagai kesatuan wilayah yang dikuasai. Jean Bodin menggunakan kata republique dan civitas untuk kata status, sedangkan Thomas Hobbes menggunakan kata commonwealth. Hingga saat ini kata status dipergunakan untuk menunjukkan organisasi politik teritorial dari bangsa, dan kata negara ditafsirkan dalam berbagai arti seperti pemerintah, bangsa, dan masyarakat.
  Dalam perkembangannya pengertian negara dibedakan menjadi negara dalam arti formal dan negara dalam arti materiil. Negara dalam arti formal adalah negara sebagai pemerintah, negara sebagai organisasi kekuasaan dengan suatu pemerintahan pusat dan negara mempunyai wewenang untuk menjalankan paksaan secara legal. Negara dalam arti materiil adalah negara sebagai masyarakat, negara sebagai persekutuan hidup.
          Beberapa ahli telah memberikan pendapatnya tentang pengertian negara ini, antara lain:
  1.   Harold J. Laski (Miriam Budiardjo, 2001: 39) menyatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
  2.   Logemann (M. Solly Lubis, 1990: 1) mengartikan  negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat.
  3.   Max Weber (Miriam Budiardjo, 2001: 40) menyatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
  4.   Miriam Budiardjo (2001: 38-39) menyatakan bahwa negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama.
  5.   Mr. Soenarko (M. Solly Lubis, 1990: 1) menyatakan bahwa negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau teritoir tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souveren.
  6.   Robert M. Mac Iver (Miriam Budiardjo, 2001: 40) menyatakan bahwa negara a­­da­­­lah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat da­lam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.
  7.   Roger H. Soultau (Miriam Budiardjo, 2001: 39) menyatakan bahwa negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. 

No comments:

Post a Comment