PENGERTIAN BANGSA DAN NEGARA
Ada
yang menyamakan antara pengertian rakyat dengan bangsa. Rakyat atau
dalam bahasa Inggris disebut people dan bangsa disebut nation sebenarnya
tidaklah sama persis artinya, meskipun di antara keduanya ada persamaan
yang fundamental. Bangsa senantiasa adalah rakyat, namun suatu rakyat
tidaklah selalu merupakan bangsa (nation). Untuk menjadi suatu bangsa,
menurut Kohn (F. Isjwara, 1999: 128) maka rakyat harus memiliki essensi
psychis yakni a living and active corporate will (kehendak untuk aktif
tinggal atau hidup bersama-sama), dan menurut Hertz (F. Isjwara, 1999:
128), bangsa memiliki “kesadaran nasional” sedangkan rakyat tidak. Bila
ditinjau dari faktor objektif, agama, ras, kebudayaan, bahasa, asal
keturunan sering dianggap sebagai inti atau hakikat bangsa.
Namun demikian ada juga yang menyamakan pengertian bangsa dengan
negara, seperti misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB/United
Nations Organization) anggota-anggotanya adalah perwakilan dari
negara-negara yang ada di dunia. Namanya perserikatan bangsa-bangsa,
tetapi di dalamnya ada beberapa negara.
Bangsa tidak selalu identik dengan negara, karena ada bangsa yang tidak
bernegara dan ada negara yang meliputi berbagai bangsa, seperti
misalnya Amerika Serikat, Uni Soviet (dahulu). Hubungan bangsa dengan
negara dalam ilmu politik memberikan penjelasan bahwa negara merupakan
organisasi politik bangsa. Sebagai organisasi politik bangsa, tentunya
negara yang ada merupakan organisasi yang dikelola oleh bangsa sebagai
anggota negara yang bersangkutan. Menurut Max Sylvius Handman (F.
Isjwara, 1999: 129), bangsa sebagai organisasi formal dari rakyat,
negara tidak usah merupakan bangsa, tetapi bangsa harus menjadi negara.
Namun menurut Staatsnatie theorie (teori negara/bangsa), negaralah yang
membentuk bangsa, dan bukan bangsa menimbulkan negara. Hal ini terkait
dengan persoalan nasionalisme yang bertujuan melanjutkan keadaan
bernegara dengan pembentukan negara nasional tersendiri.
Istilah negara merupakan terjemahan dari kata staat (bahasa Belanda),
state (bahasa Inggris), etat (bahasa Perancis). Terjemahan dari
kata-kata tersebut sebenarnya untuk mengingatkan kita pada pertumbuhan
sistem negara modern yang dimulai dari benua Eropa pada abad ke-17.
Istilah staat mula-mula dipergunakan di Eropa Barat pada abad ke-15,
bahwa kata staat, state, etat itu dialihkan dari kata status atau statum
(bahasa Latin) yang secara etimologis berarti sesuatu yang memiliki
sifat-sifat tegak dan tetap.
Beberapa ahli mengartikan kata status ini secara beragam, seperti
misalnya Cicero (F. Isjwara, 1999: 90) mengartikan sebagai standing atau
station (kedudukan) yang dihubungkan dengan kedudukan persekutuan hidup
manusia. Kranenburg (F. Isjwara, 1999: 91) yang menyatakan bahwa lo
stato (dari bahasa Itali) yang dialihkan dari kata status memiliki arti
pertama-tama keseluruhan jabatan tetap, kemudian diartikan sebagai
pejabat-pejabat dari jabatan itu sendiri, penguasa beserta pengikutnya,
dan akhirnya diartikan secara luas sebagai kesatuan wilayah yang
dikuasai. Jean Bodin menggunakan kata republique dan civitas untuk kata
status, sedangkan Thomas Hobbes menggunakan kata commonwealth. Hingga
saat ini kata status dipergunakan untuk menunjukkan organisasi politik
teritorial dari bangsa, dan kata negara ditafsirkan dalam berbagai arti
seperti pemerintah, bangsa, dan masyarakat.
Dalam
perkembangannya pengertian negara dibedakan menjadi negara dalam arti
formal dan negara dalam arti materiil. Negara dalam arti formal adalah
negara sebagai pemerintah, negara sebagai organisasi kekuasaan dengan
suatu pemerintahan pusat dan negara mempunyai wewenang untuk menjalankan
paksaan secara legal. Negara dalam arti materiil adalah negara sebagai
masyarakat, negara sebagai persekutuan hidup.
Beberapa ahli telah memberikan pendapatnya tentang pengertian negara ini, antara lain:
- Harold J. Laski (Miriam Budiardjo, 2001: 39) menyatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
- Logemann (M. Solly Lubis, 1990: 1) mengartikan negara adalah suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat.
- Max Weber (Miriam Budiardjo, 2001: 40) menyatakan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.
- Miriam Budiardjo (2001: 38-39) menyatakan bahwa negara adalah alat dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama.
- Mr. Soenarko (M. Solly Lubis, 1990: 1) menyatakan bahwa negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau teritoir tertentu, di mana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai souveren.
- Robert M. Mac Iver (Miriam Budiardjo, 2001: 40) menyatakan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat dalam suatu wilayah dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.
- Roger H. Soultau (Miriam Budiardjo, 2001: 39) menyatakan bahwa negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat.
No comments:
Post a Comment