WAWASAN KEMARITIMAN
- Maritim merujuk kepada kata maritime yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti navigasi atau maritim.
- Pemahaman maritim yaitu segala aktifitas pelayaran dan perniagaan yang berhubungan dengan kelautan atau biasa disebut dengan pelayaran niaga.
- Berdasarkan terminologi maritim berarti ruang/wilayah permukaan laut yang terdapat kegiatan seperti pelayaran, lalu lintas, jasa-jasa kelautan, dan lain sebagainya.
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki wilayah laut seluas 5,8 juta km² yang terdiri dari wilayah teritorial sebesar 3,1 juta km² dan wilayah ZEEI 2,7 juta km², mempunyai 17.480 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 95.181 km. Dengan potensi yang sedemikian besar, secara otomatis terkandung keanekaragaman sumberdaya alam laut baik hayati maupun non hayati menjadikan sektor kelautan sebagai penunjang perekonomian penting bagi Indonesia.
Negara Maritim
Indonesia dikenal dengan negara Maritim dan yang dimaksud dengan negara Maritim adalah Negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya dengan kata lain Negara Maritim adalah negara yang menyandang predikat Negara Kepulauan. Kenapa Indonesia disebut sebagai negara maritim hal ini dikarenakan Negara Indonesia merupakan negara Kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan.
Konsekuwensi menyandang predikat sebagai negara maritim adalah Indonesia harus mengembangkan aktifitas pelayarannya, hal ini karena salah satu penunjang perekonomian Indonesia adalah sektor pelayaran, ini juga didukung oleh letak strategis Negara Indonesia yang berada di daerah persilangan dunia yang juga membuat indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam mengembangkan laut.
Dalam mengolah dan membangun sumberdaya maritim tersebut diperlukan adanya kearifan lokal.Kata kearifan berasal dari kata arif yang berarti bijaksana, cerdik, pandai, berilmu, paham, serta mengerti.Kata kearifan juga berarti kebijaksanaan, kecendekiaan.Berdasarkan pengertian tersebut, di sini kearifan lokal diartikan sebagai kebijaksanaan atau pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mengelola lingkungan, yaitu pengetahuan yang melahirkan perilaku hasil adaptasi mereka terhadap lingkungan, yang implikasinya adalah kelestarian dan kelangsungan lingkungan untuk jangka panjang.
Dalam kearifan lokal terkandung pula kebudayaan lokal, hal ini menyebabkan pembangunan pada daerah-daerah tidak boleh menghilangkan unsur budaya dari daerah tersebut. Seharusnya pembangunan di suatu daerah harus melihat terlebih dahulu kondisi sosial-budayanya, sehingga dapat mengolah sumber daya dengan baik tanpa merugikan penduduk yang pada akhirnya akan memajukan perekonomian daerah dan nasional.
Indonesia seperti yang telah dijelaskan merupakan negara kemaritiman, dimana kondisi Indonesia yang lebih banyak daerah perairan dari pada daerah daratan. Kondisi inilah yang membentuk budaya indonesia menjadi budaya yang lebih merujuk pada budaya kemaritiman, yang masyarakat lebih banyak berprofesi sebagai nelayan pada daerah pesisir.
Budaya Indonesia sebagai budaya kemaritiman, maka pembangunan yang dilaksanakan di indonesia haruslah berparadigma kemaritiman, dimana maritim menjadi pusat pembangunan bangsa. Hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan berkelanjutan kemaritiman yang dirancang oleh pemerintahan seperti; penangkapan ikan alami; pelestarian daerah pesisir, pengolahan energi alam di bawah laut menggunakan AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan), dan penangkaran/ pelestarian biota laut yang dianggap punah, dan membangun pariwisata bahari.
Namun pada kenyataannya banyak penelitian yang mengungkapkan perilaku penangkapan ikan pada zaman modern lebih senang menangkap ikan menggunakan peralatan yang dapat menyebabkan kerusakan pada kelestarian biota laut, seperti contohnya Bom yang digunakan oleh para nelayan memiliki efek destruktif pada kehidupan bawah laut, hal ini disebabkan bom tersebut mengandung zat kimia yang dapat melumpuhkan biota-biota laut.
Keadaan dan Masalah Maritim Indonesia
Indonesia adalah satu bangsa merdeka yang pada tahun 1945 telah berlangsung 69 tahun.Kenyataan itu semua menolak segala kesangsian, baik yang bersifat ilmiah maupun politik, bahwa Indonesia hanya mungkin ada karena dan kalau dijajah. Dalam 69 tahun bangsa Indonesia berhasil mengatasi segala usaha pihak lain yang hendak merontohkan Indonesia, dari luar maupun dari dalam. Bangsa Indonesia pun berhasil memperoleh pengakuan eksistensinya dari semua bangsa di dunia, termasuk dari bekas penjajahnya. Selain itu bangsa Indonesia berhasil memperoleh pengakuan bahwa wilayah Republik Indonesia yang meliputi Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan geografi.Dunia internasional mengakui eksistensi satu Benua Maritim Indonesia.
Maka untuk menjamin agar kesatuan Indonesia selalu terpelihara, bangsa Indonesia melahirkan Wawasan Nusantara.Pandangan itu adalah satu konsepsi geopolitik dan geostrategi yang menyatakan bahwa Kepulauan Nusantara yang meliputi seluruh wilayah daratan, lautan dan ruang angkasa di atasnya beserta seluruh penduduknya adalah satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan-keamanan.Agar bangsa Indonesia mencapai tujuan perjuangannya, yaitu terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur berdasarkan Pancasila, Wawasan Nusantara harus diaktualisasikan dan tidak tinggal sebagai semboyan atau potensi belaka.
Untuk memperoleh aktualisasi Wawasan Nusantara ada tiga kendala utama, yaitu :
- Indonesia belum menjalankan manajemen nasional yang memungkinkan perkembangan seluruh bagian dari Benua Maritim itu. Meskipun pada tahun 1945 para Pendiri Negara telah mewanti-wanti agar Republik Indonesia sebagai negara kesatuan memberikan otonomi luas kepada daerah agar dapat berkembang sesuai dengan sifatnya, namun dalam kenyataan selama 69 tahun merdeka Indonesia menjalankan pemerintahan sentralisme yang ketat. Akibatnya adalah bahwa pulau Jawa dan lebih-lebih lagi Jakarta sebagai pusat pemerintahan Indonesia, mengalami kemajuan jauh lebih banyak dan pesat ketimbang bagian lain Indonesia, khususnya Kawasan Timur Indonesia. Kalau sikap demikian tidak segera berubah maka tidak mustahil kerawanan nasional seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dapat menjadi kenyataan yang menyedihkan. Rakyat yang tinggal di luar Jawa kurang berkembang maju dan merasa tidak puas dengan statusnya. Apalagi melihat kondisi dunia yang sedang bergulat dalam persaingan ekonomi dan menggunakan segala cara untuk unggul dan memenangkan persaingan itu.
- meskipun segala perairan yang ada di Benua Maritim Indonesia merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan bangsa Indonesia, namun dalam kenyataan mayoritas bangsa Indonesia lebih berorientasi kepada daratan saja dan kurang dekat kepada lautan. Itu dapat dilihat pada rakyat di pulau Jawa yang merupakan lebih dari 70 persen penduduk Indonesia. Tidak ada titik di pulau Jawa yang melebihi 100 kilometer dari lautan. Dalam zaman dulu sampai masa kerajaan Majapahit dan Demak mayoritas rakyat Jawa adalah pelaut. Akan tetapi sejak sirnanya kerajaan Majapahit dan Demak rakyat Jawa telah menjadi manusia daratan belaka yang mengabaikan lautan yang ada di sekitar pulaunya. Titik berat kehidupan adalah sebagai petani tanpa ada perimbangan sebagai pelaut. Juga dalam konsumsi makanannya ikan dan hasil laut lainnya tidak mempunyai peran penting. Gambaran rakyat Jawa itu juga terlihat pada keseluruhan rakyat Indonesia, yaitu orientasi ke daratan jauh lebih besar ketimbang ke lautan. Untung sekali masih ada perkecualian, yaitu rakyat Bugis, Buton dan Madura dan beberapa yang lain, yang dapat memberikan perhatian sama besar kepada daratan dan lautan. Menghasilkan tidak saja petani tetapi juga pelaut yang tangguh. Gambaran keadaan umum rakyat Indonesia amat bertentangan dengan kenyataan bahwa luas daratan nasional adalah sekitar 1,9 juta kilometer persegi, sedangkan wilayah perairan adalah sekitar 3 juta kilometer persegi. Apalagi kalau ditambah dengan zone ekonomi eksklusif yang masuk wewenang Indonesia. Selama pandangan mayoritas rakyat Indonesia terhadap lautan belum berubah, bagian amat besar dari potensi nasional tidak terjamah dan karena itu kurang sekali berperan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa. Malahan yang lebih banyak memanfaatkan adalah bangsa lain yang memasuki wilayah lautan Indonesia untuk mengambil kekayaannya.
- kurangnya pemanfaatan ruang angkasa di atas wilayah Nusantara untuk kepentingan nasional, khususnya pemantapan kebudayaan nasional. Mayoritas rakyat Indonesia belum cukup menyadari perubahan besar yang terjadi dalam umat manusia sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perubahan besar itu terutama menyangkut teknologi angkutan dan komunikasi. Khususnya komunikasi elektronika sekarang memungkinkan manusia berhubungan dengan cepat dan tepat melalui telpon, televisi, komputer yang menghasilkan E-Mail dan Internet. Letak kepulauan Nusantara sepanjang khatulistiwa amat menguntungkan untuk penempatan satelit yang memungkinkan komunikasi yang makin canggih dengan memanfaatkan ruang angkasa yang terbentang di atas wilayah Nusantara.. Ini sangat penting untuk pembangunan dan pemantapan kebudayaan nasional, khususnya melalui televisi. Namun untuk itu diperlukan biaya yang memadai.
- Masing – masing pelaku pembangunan dalam menyusun perencanaan sangat terikat pada sektornya sendiri tanpa adanya sistem koordinasi baku lintas sektor.
- Belum adanya lembaga yang berwenang penuh baik di pusat maupun di daerah yang mempunyai wewenang penentu dalam pembangunan maritim secara utuh
- Belum lengkapnya peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan pengelolaan sumberdaya maritim.
- Belum lengkapnya tataruang yang mencakup wilayah pesisir dan laut nasional yang dapat dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah.
- Penataaan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan maritim yang bersifat lintas sektoral
- Pembentukan wadah untuk penyusunan dan penerapan mekanisme perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan serta pengendalian yang sinkron
- Penciptaan dan peningkatan sumberdaya maritim handal dan profesional.
- Penataan peraturan perundang- undangan disertai upaya penegakan peraturan hukum yang konsisten
- Penetapan tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan pendaya gunaannya.
- Sistem pengumpulan dan pengelolaan informasi maritim yang dapat diakses secara luas.
- Memperbesar kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap dalam upaya pembangunan maritim dengan kemudahannya
- Pembentukan wadah untuk menyuburkan upaya penelitian dan pengembangan maritim untuk dapat mempermudah penera
Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat nelayan.Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh berbeda dengan potensi sumberdaya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4% (Waspada, 18 Maret 2000).
Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan.Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan-perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.
Hasil penelitian Mubyarto dkk (1984) menunjukkan bahwa masyarakat nelayan di daerah Jepara sebagian berasal dari golongan sedang, miskin, dan miskin sekali. Data dari Kantor Statistik Propinsi Sumatera Utara juga menunjukkan bahwa hampir 50% penduduk Desa Pantai Sumatera Utara berpendapatan 25 – 149 ribu rupiah perbulan (BPS, 1989). Rata-rata pendapatan perkapita nelayan tersebut tidak lebih 15 ribu/bulan.Padahal pendapatan perkapita penduduk Sumatera Utara rata-rata 37.267 rupiah/ bulan (BPS, 1989).Beberapa tulisan mengenai nelayan yang menggambarkan tentang kemiskinan/ kondisi ekonomi nelayan seperti berikut ini.Tulisan Mubyarto (1984) misalnya, menganalisis perekonomian masyarakat nelayan miskin di Jepara.Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur yaitu nelayan terbagi atas kelompok kaya dan kaya sekali di satu pihak, miskin dan miskin sekali di satu pihak.Penelitian ini menunjukkan adanya dominasi/eksploitasi dari nelayan kaya terhadap nelayan miskin. Hampir sama dengan penelitian di atas selanjutnya Mubyarto dan Sutrisno (1988) juga melihat kemiskinan nelayan di Kepulauan Riau.
Menurut Mubyarto dkk, kemiskinan nelayan lebih banyak disebabkan oleh adanya tekanan struktur, yaitu nelayan kaya/penguasa yang menekan nelayan miskin. Hampir sama dengan asumsi yang dibangun oleh Mubyarto tentang pengaruh struktur, Resusun (1985) juga menemukan data bahwa nelayan di Pulau Sembilan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, ada satu kelompok nelayan yang hidupnya tidak berkecukupan, yaitu nelayan yang tidak punya modal (nelayan kecil), dan mereka selalu diekspoitasi oleh nelayan yang punya modal (punggawa) dan pedagang (pa’bilolo) yaitu sawi bagang atau Pa’bagang atau pembantu utama punggawa dalam menangani kegiatan operasi penangkapan ikan. Penelitian yang dilakukan oleh Resusun di atas juga menunjukkan adanya struktur hubungan sosial yang khas pada masyarakat nelayan.Hubungan itu adalah adanya ketidak seimbangan antara yang mempunyai modal usaha dan para pekerjanya. Hubungan itu adalah antara punggawasawi/pa’bagang yang bersifat timbal balik (reprocity). Walaupun sawi perlu sang punggawa sebagai sumber lapangan kerja, punggawa juga memerlukan tenaga sawi. Seorang punggawa akan berusaha supaya sawi yang dipercayai menetap diusahanya. Akibatnya terjadi hubungan yang selalu merugikan sawi. Karena seringkali kerelaan punggawa untuk meminjamkan uang kepada sawi berdasarkan motivasi agar sawi tetap berada di lingkaran setan. Hutang yang tidak bisa dilunasi seringkali harus dibalas dengan jasa yang sangat berlebihan.
Meningkatkan Kualitas Sosial Budaya Maritim Di Indonesia
Untuk membangun sosial budaya maritim yang ideal, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu strategi dan upaya-upaya yang diarahkan untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah:
- Meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan kegiatan pokok yang dilaksanakan antara lain: Sinkronisasi kebijakan dan pelaksanaan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan; Penyerasian penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut kesejahteraan rakyat, antara lain pengungsi dan korban bencana alam dan konflik sosial; dan Penyelarasan kebijakan bidang kesehatan, bidang lingkungan hidup, pemberdayaan perempuan, pendidikan, budaya, pemuda, olah raga, aparatur negara, pariwisata dan agama.
- Meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga pelayanan sosial melalui Penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS); Peningkatan kualitas pelayanan, sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahteraan sosial bagi PMKS,Peningkatan pembinaanpelayanan dan perlindungan sosial dan hukum bagi anak terlantar, lanjut usia, penyandang cacat, dan tuna sosial; dan Penyelenggaraan pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi PMKS; Peningkatan penyuluhan kesejahteraan sosial, khususnya di daerah kumuh, perbatasan, terpencil, rawan konflik, rawan bencana, dan gugus pulau; Peningkatan kualitas dan kuantitas penyuluhan sosial melalui media massa cetak dan elektronik; dan Peningkatan kualitas penyuluhan kesejahteraan sosial melalui pelatihan teknik komunikasi
- Meningkatkan kemampuan dalam mengelola keragaman budaya untuk menciptakan keserasian hubungan antar unit sosial dan antarbudaya dalam rangka menurunkan ketegangan dan ancaman konflik sekaligus memperkuat NKRI, yang dilakukan melaui kegiatan pokok antara lain: Pelaksanaan dialog antarbudaya yang terbuka dan demokratis; Pengembangan pendidikan multikultural untuk meningkatkan toleransi dalam masyarakat; Pengembangan berbagai wujud ikatan kebangsaan antara lain melalui pengembangan infrastruktur untuk meningkatkan akses transportasi dan komunikasi lintas daerah dan lintas budaya; Pelestarian dan pengembangan ruang publik untuk memperkuat modal sosial; danPeningkatan penegakan hukum untuk menciptakan rasa keadilan antarunit budaya dan antarunit sosial.
- Mengembangkan nilai-nilai budaya yang bertujuan untuk memperkuat jati diri bangsa (identitas nasional) dan memantapkan budaya nasional yang diharapkan dapat memperkokoh ketahanan budaya nasional sehingga mampu menangkal penetrasi budaya asing yang bernilai negatif. Kegiatan yang dilakukan antara lain : Mengaktualisasikan nilai moral dan agama, merevitalisasi dan mereaktualisasi budaya lokal yang bernilai luhur termasuk di dalamnya pengembangan budaya maritim, dan transformasi budaya melalui adopsi dan adaptasi nilai-nilai baru yang positif untuk memperkaya dan memperkokoh khasanah budaya bangsa, seperti: orientasi pada peningkatan kinerja, budaya kritis, akuntabilitas dan penerapan iptek.
Mata pencaharian penduduk yang berlokasi di kawasan pantai biasanya tidak seluruhnya merupakan nelayan.Sebagian lagi masih memiliki keterkaitan dengan nelayan, sedangkan sebagian lagi berbeda dengan profesi nelayan.Kombinasi anatar kegiatan kenelayanan dan kegiatan non kenelayanan dalam rumah tangga identik dikenal dengan kegiatan multiple emplyoment/ pluri-activity.
Menurut Fuller dan Brun (1990:149) multiple employment atau pluri-activity bisa dijabarkan sebagai berbagai kegiatan dalam suatu rumah tangga nelayan yang mendukung penambahan penghasilan dari usaha kenelayanan. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi :
1) Pekerjaan yang masih pada bidang kenelayanan, misalnya sebagai anak buah perahu orang lain;
2) Kegiatan-kegiatan yang masih terkait dengan hasil kenelayanan seperti pemindangan ikan, pembuatan ikan asin dan ikan asap dan lainlain;
3) Kegiatan-kegiatan lain yang non-kenelayanan tetapi masih terkait dengan kenelayanan misalnya mengantar turis dengan perahunya, warung makanan, toko kelontong;
4) Kegiatan-kegiatan yang sama sekali di luar kegiatan kenelayanan seperti buruh bangunan, guru dan lain-lain.
Oleh karena perjalanan historis yang telah diceritakan di atas yang menyebabkan budaya mereka cenderung bukan budaya maritim, penduduk setempat tidak begitu kaya pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan laut, hanya menggunakan teknologi yang sederhana dan terbatas aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan laut.Apalagi menjadi prinsip umum di kalangan masyarakat di propinsi ini bahwa laut bersifat open access.Laut tidak dimiliki oleh mereka, semua orang memiliki kawasan laut, semua perahu boleh melintasi laut di wilayah Kelurahan Bahari.
Pengembangan Budaya Bahari
Untuk sekedar menyegarkan pemahaman, sekali lagi diungkapkan bahwa kebudayaan tidak lain dari dunia kehidupan manusia itu sendiri. Kebudayaan atau dunia kehidupan manusia tersebut sekurang-kurangnya meliputi tujuh unsur umum (cultural universal), yakni pengetahuan (cognitive/ideational/mental material), bahasa, organisasi sosial, ekonomi, teknologi, kesenian, religi dan kepercayaan. Setiap unsur kebudayaan terdiri dari tiga tingkatan wujud/rupa, yakni sistem budaya (gagasan, pengetahuan, nilai, keyakinan, norma, moral, perasaan, intuisi, dan lain-lain), sistem sosial (tindakan dan kehidupan kolektif), dan sistem alat peralatan/teknologi. Sudah dijelaskan pula bahwa sistem budaya (terkristalisasi menjadi sistem nilai budaya) merupakan pedoman/acuan (preference/dominant) bagi sistem sosial dan sistem alat peralatan, sebaliknya sistem alat peralatan dan sistem sosial menjadi prasyarat/penentu (determinant) terhadap sistem budaya.Adapun sistem sosial sendiri merupakan wadah bagi pengamalan sistem nilai budaya dan penerapan sistem alat peralatan/teknologi.
Dari gambaran dan ilustrasi unsur-unsur budaya nelayan dan pelayar disajian sebelumnya, dapat diramu dan diseleksi berbagai unsur nilai budaya bahari yang dianggap potensial untuk direvitalisasi dan dikembangkan ke depan sebagai landasan bagi pembangunan budaya bahari di Indonesia pada segala unsur atau aspeknya. Unsur-unsur nilai dan norma budaya positif yang mengakar dalam berbagai kelompok nelayan dan pelayar dari berbagai suku bangsa (ethnic groups) seperti di bawah ini:
- Komunalisme
- Arif lingkungan
- Religius
- Berkehidupan bersama/kolektivitas
- Egalitarian
- Rukun dan setia kawan dalam kelompoknya
- Saling mempercayai
- Patuh/taat norma
- Bertanggung jawab
- Disiplin
- Kreatif-inovatif
- Teguh pendirian
- Kepetualangan
- Berani menanggung risiko
- Adaptif dan kompetitif
- Berwawasan kelautan dan kepulauan
- Multikulturalis
- Nasionalis
- Berpandangan dunia/keterbukaan
Sistem nilai budaya, sikap kolektivitas, dan perilaku budaya kebaharian tersebut tumbuh berkembang sebagai reproduksi dari pengalaman berinteraksi dengan laut, pekerjaan berat dan rumit, ancaman bahaya dan ketidakmenentuan, lingkungan sosial budaya masyarakat pengguna sumberdaya dan jasa laut yang lain, pemerintah, pasar, dan sebagainya. Nilai-nilai budaya yang mengakar dalam masyarakat bahari ini perlu diimput dengan rekayasa nilai-nilai integratif, asimilatif, futuralistik, dan adaptif (input values) yang terkandung dalam visi Universitas Hasanuddin (“Unhas sebagai pusat pengembangan budaya bahari”) yang akan menjelmakan nilai-nilai budaya bahri yang holistik, interkonektif, dan mandiri (output values) untuk menjadi acuan sekaligus tujuan pengembangan budaya bahari di masa depan.
Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Saat ini banyak program pemberdayaan yang menklaim sebagai program yang berdasar kepada keinginan dan kebutuhan masyarakat (bottom up), tapi ironisnya masyarakat tetap saja tidak merasa memiliki akan program-program tersebut sehingga tidak aneh banyak program yang hanya seumur masa proyek dan berakhir tanpa dampak berarti bagi kehidupan masyarakat. Memberdayakan masyarakat pesisir berarti menciptakan peluang bagi masyarakat pesisir untuk menentukan kebutuhannya, merencanakan dan melaksanakan kegiatannya, yang akhirnya menciptakan kemandirian permanen dalam kehidupan masyarakat itu sendiri. Memberdayakan masyarakat pesisir tidaklah seperti memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat lainnya, karena didalam habitat pesisir terdapat banyak kelompok kehidupan masayarakat diantaranya:
- Masyarakat nelayan tangkap, adalah kelompok masyarakat pesisir yang mata pencaharian utamanya adalah menangkap ikan dilaut. Kelompok ini dibagi lagi dalam dua kelompok besar, yaitu nelayan tangkap modern dan nelayan tangkap tradisional. Keduanya kelompok ini dapat dibedakan dari jenis kapal/peralatan yang digunakan dan jangkauan wilayah tangkapannya.
- Masyarakat nelayan pengumpul/bakul, adalah kelompok masyarakt pesisir yang bekerja disekitar tempat pendaratan dan pelelangan ikan. Mereka akan mengumpulkan ikan-ikan hasil tangkapan baik melalui pelelangan maupun dari sisa ikan yang tidak terlelang yang selanjutnya dijual ke masyarakat sekitarnya atau dibawah ke pasar-pasar lokal. Umumnya yang menjadi pengumpul ini adalah kelompok masyarakat pesisir perempuan.
- Masayarakat nelayan buruh, adalah kelompok masyarakat nelayan yang paling banyak dijumpai dalam kehidupan masyarakat pesisir. Ciri dari mereka dapat terlihat dari kemiskinan yang selalu membelenggu kehidupan mereka, mereka tidak memiliki modal atau peralatan yang memadai untuk usaha produktif. Umumnya mereka bekerja sebagai buruh/anak buah kapal (ABK) pada kapal-kapal juragan dengan penghasilan yang minim.
- Masyarakat nelayan tambak, masyarakat nelayan pengolah, dan kelompok masyarakat nelayan buruh.
Ekonomi tercatat sebagai salah satu fungsi vital maritim yaitu sebagai deposit sumber daya alam. Baik yang ada di permukaan laut itu sendiri maupun di dasar samudera, karena berisi kandungan sumber daya alam yang memberikan jaminan terhadap kelangsungan hidup bangsa Indonesia dari abad ke abad. Bila deposit ini tidak terpelihara dan terjamin pelaksanaan fungsinya, maka kelangsungan hidup rakyat dan eksistensi Negara Kepulauan Republik Indonesia bisa terancam.
Posisi geografis yang sangat strategis ini masa depan menjadi lebih penting. Dilihat dari segi ekonomi global, karena ekonomi dunia/global telah bergeser dari Eropa/Amerika menuju ke Asia dan pusat-pusat perekonomian dunia yang ada di Jepang, Korea, Taiwan, Cina, India, Rusia, yang kesemuanya itu dicapai oleh pedagang-pedagang dari Eropa maupun Amerika lewat laut tidak bisa tidak harus melewati tanah air kita, dan begitu juga sebaliknya. Kalau Indonesia bisa membangun negara maritim yang besar dan kuat, apalagi makmur, maka peluang-peluang yang besar ini bisa dimanfaatkan paling tidak menjadi polisi dunia bagi kapal-kapal yang lewat disini.
Di antara banyak bidang yang menopang perekonomian Indonesia, bidang maritim merupakan bidang yang paling menjanjikan untuk terus mendorong pereknomian Indonesia. Lautan Indonesia memiliki potensi perikanan, bahan mineral atau tambang, hingga potensi sistem transportasi laut yang semuanya merupakan industri makro yang tentu saja akan menyerap banyak tenaga kerja.
- Potensi Kemaritiman Sebagai Penunjang Perekonomian Indonesia
Dari energi terbarukan sebesar US$ 80 milyar per tahun yang terdiri dari energi arus laut, pasang surut, gelombang, biofuel alga, panas laut. Sementara biofarmasetika laut sebesar US$ 330 milyar per tahun.
Sedangkan dari sektor transportasi laut ada potensi US$ 90 milyar per tahun. Sementara minyak bumi dan gas off shore senilai US$68 milyar, sebanyak 70% dari produksi minyak dan gas bumi berasal dari pesisir dengan 40 dari 60 cekungan potensial mengandung migas terdapat di lepas pantai, 14 di pesisir, dan hanya enam di daratan. Adapun beberapa potensi tersebut adalah sebagai berikut:
- Letak Geografis Indonesia
- Luas Wilayah Indonesia
- Panjang Garis Pantai dan Jumlah Pulau
- Distribusi dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Kemaritiman
Sumberdaya pesisir dan lautan (sumberdaya kemaritiman Indonesia) yang tersebar di seluruh wilayah nusantara mulai dari wilayah laut teritorial, laut nusantara, maupun pada wilayah laut yang termasuk dalam zona ekonomi eksklusif. Pada daerah ini telah dideteksi dan ditentukan melalui pemetaan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan.
- Kekayaan Lautan dan Perikanan
Pada bidang perikanan saja, telah menyumbangkan hingga 3% dari PDB hingga kini. Jumlah ini akan terus meningkat hingga ke depannya. Bahkan jumlah tersebut merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara.Dalam perikanan sendiri juga diperlukan industri olahan yang akan menambah nilai dari ikan yang di dapat dari lautan. Dengan industri olahan yang mandiri maka perkembangan ekonomi di bidang perikanan akan semakin berkembang pesat. Jumlah tenaga kerja yang diserap juga akan semakin besar sehingga menekan angka pengangguran dan kemiskinan tentunya.
- Bidang Energi
- Kendala Perekonomian Maritim
Patut disayangkan kemaritiman masih disampingkan oleh pemerintah. Paradigma pertanian dan paradigma Indonesia sebagai negeri daratan yang ditanamkan oleh era orde baru selama 32 tahun masih menancap di masyarakat hingga kini. Sehingga masyarakat masih belum banyak mengerti akan kekayaan lautan Indonesia. Perubahan paradigma secara menyeluruh ini menjadi kunci untuk membuka mata seluruh maksyarakat jika Indonesia sebagai negara maritim bukanlah hanya sebuah slogan melainkan sebuah kenyataan yang harus dimanfaatkan dengan bijak demi kesejahteraan seluruh bangsa ini
- Sumberdaya Perekonomian Maritim
- Potensi Daya Perikanan Laut
- Hutan Mangrove
- Menyusun mekanisme antara komponen mangrove dengan ekosistem lain pelindung pantai, dan pengendali banjir
- Penyerap bahan pencemar, sumber energi bagi biota laut
- Menjaga kestabilan produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di perairan
- Sebagai sumber kayu kelas satu, bahan kertas dan arang.
- Padang Lamun dan Rumput Laut
- Meredam ombak dan melindungi pantai
- Daerah asuhan larva
- Tempat makan
- Rumah tempat tinggal biota laut
- Wisata bahari
- Terumbu Karang
- Pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat yang berasal dari laut
- Sebagai habitat tempat mencari makan
- Bahan Tambang dan Mineral
- Jasa-jasa Lingkungan
Konsep Negara Maritim dan Ketahanan Nasional
Pemahaman Negara Maritim. Diawali dengan Deklarasi Djoeanda pada tanggal 13 Desember 1957, yang kemudian ditindak lanjuti dengan adanya konsep wawasan nusantara, UU No 4/60 tentang Perairan dan UNCLOS 1982. Isi Deklarasi “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang luas dan lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian daripada perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan Negara Republik Indonesia. Penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis- garis yang menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik Indonesia akan ditentukan dengan Undang-Undang”. Pada tanggal 18 Desember 1996 di Makassar dicanangkan Deklarasi Negara Maritim Indonesia, dengan tindak lanjut Konsep Pembangunan Negara Maritim Indonesia, Dewan Kelautan Nasional. Substansinya adalah menyebut Negara Kesatuan RI beserta perairan nusantara, laut wilayah, zona tambahan, ZEE, dan landas kontinennya sebagai Negara Maritim Indonesia.
Perkembangan Wawasan dan Pembangunan Kelautan. Pada tanggal 26 September 1998 kembali dicanangkan Deklarasi Bunaken dengan tidak lanjut The Ocean Charter. Isi Deklarasi : Mulai saat ini visi pembangunan dan persatuan nasional Indonesia harus juga berorientasi laut. Semua jajaran pemerintah dan masyarakat hendaknya juga memberikan perhatian untuk pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan potensi kelautan Indonesia. Visi Kelautan terus berkembang hingga era reformasi dengan Pembangunan Maritim Indonesia (1998-2004) mencakup aspek : Perikanan, Pehubungan laut, Industri Maritim, Pertambangan dan Energi, Wisata Bahari, Pembangunan SDM, IPTEK dan Kelembagaan Maritim. Berdirinya Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan (1999-2004) dengan tindak lanjut dibentuknya Departemen Eksplorasi Laut yang akhirnya menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. Beberapa waktu yang lalu telah dilaksanakan World Ocean Conference 2009 di Menado yang juga telah menunjukan peran dan wawasan kelautan bangsa Indonesia kepada dunia Internasional.
Pengembangan Negara Maritim. Gagasan Negara Maritim Indonesia sebagai aktualisasi wawasan nusantara untuk memberi gerak pada pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia secara bulat dalam aktualisasi wawasan nusantara. Pengembangan konsepsi negara maritim Indoensia sejalan dengan upaya peningkatan kemampuan bangsa kita menjadi bangsa yang modern dan mandiri dalam teknologi kelautan dan kedirgantaraan bagikesejahteraan bangsa dan negara. Bumi maritim Indonesia adalah bagian dari sistem planet bumi yang merupakan satu kesatuan alami antara darat dan laut di atasnya tertata secara unik, menampilkan ciri-ciri negara dengan karakteristik sendiri yang menjadi wilayah yurisdiksi Negara Republik Indonesia.
Pengembangan negara maritim Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 karena dalam prikehidupan kebangsaan Indonesia Pancasila pada hakekatnya disusun secara serasi dan seimbang untuk mewadahi seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Landasan konsepsionalnya adalah wawasan nusantara dan ketahanan nasonal. Pada hakekatnya negara maritim Indonesia merupakan pengembangan dari konsepsi ketahahan nasional, maka konsepsi negara maritim Indonesia perlu dijadikan pedoman dan rangsangan serta dorongan bagi bangsa kita dan upaya pemanfaatan dan pendayagunaan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan.
Hubungan antara aspek Pertahanan dengan Pembangunan Sumber Daya Maritim
Pembinaan wilayah untuk menciptakan ketahanan nasional yang maksimal dan efektif, untuk mewujudkan kesejahteraan, ketenteraman dan keamanan bagi bangsa Indonesia. Laut yang melingkupi dan memangku kepulauan nusantara merupakan satu keutuhan wilayah nasional Indonesia, sekaligus sebagai faktor penentu terwujudnya kesatuan politik, ekonomi, sosial dan budaya bangsa dalam kesatuan pertahanan dan akhirnya juga kesatuan pengamanan yang mantap. Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, kemampuan pertahanan nasional di wilayah laut dan udara tentunya harus menjadi perhatian yang serius untuk ditingkatkan, terutama kemampuan mobiltas nasional dengan transportasi (darat, laut dan udara) dan logistik terpadu dalam pangkalan dan pertahanan di laut wilayah (teritorial sea), hingga ke laut lepas.
Pemanfaatan Data dan Informasi Sumber Daya Pesisir dan Kelautan dalam Aspek Sistem Pertahanan Laut. Dalam rangka Sistem Pertahanan Laut, data dan Informasi kelautan diperlukan untuk menunjang fungsi-fungsi pertahanan di wilayah laut. Fungsi- fungsi tersebut adalah sebagai fungsi Intelejen Maritim dan fungsi Pengamatan dan penelitian laut. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Wilayah Maritim untuk Mencapai Ketahanan Nasional. Dalam kaitannya dengan pembangunan sumber daya laut, pemerintah dan bangsa Indonesia membuat satu kebijakan yang strategis dan antisipatif yaitu dengan menjadikan matra laut sebagai sektor tersendiri. Kebijakan ini perlu ditindak lanjuti dengan penepatan kebijakan dan strategipembangunan yang mantap dan berkesinambungan untuk mencapai ketahanan nasional, argument ini paling tidak didasarkan pada dua alasan pokok.
- Pembangunan wilayah maritim adalah pembangunan seluruh wilayah perairan Indonesia dengan segenap sumber daya alam terkandung di dalamnya untuk kesejahteraan bangsa Indonesia. Alasan ini membawa implikasi bahwa kebijakan dan strategi ketahanan nasional yang diterapkan harus bersifap menyeluruh (holistik) dan terpadu antara sumber daya alam dan sumber daya manusianya.
- dengan diterapkannya kebijakan dan strategi pembangunan wilayah maritim yang mantap dan berkesinambungan, maka semakin terbukti bahwa Negara mampu mencapai ketahanan nasional secara mandiri untuk mengelola sumber daya alamnya dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan nasional.
Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha penunjang, yaitu kegiatan usaha yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti diuraikan di bawah :
- Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan pemuatan barang dan atau hewan dari dan ke kapal.
- Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, udara.
- Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut melalui laut.
- Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang dan atau barang dan atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal ke kapal, di perairan pelabuhan.
- Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha penyediaan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung untuk pelayanan kapal.
- Usaha tally, yaitu kegiatan usaha penghitungan, pengukuran, penimbangan dan pencatatan muatan untuk kepentingan pemilik muatan dan pengangkut.
- Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan, pembersihan, perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti kemas.
Kronologi Ringkas Kebijakan Transportasi Maritim Indonesia
Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 yang bertujuan
meningkatkan ekspor nonmigas dan menekan biaya pelayaran dan
pelabuhan.Pelabuhan yang melayani perdagangan luar negeri ditingkatkan
jumlahnya secara drastis, dari hanya 4 menjadi 127.Untuk pertamakalinya
pengusaha pelayaran Indonesia harus berhadapan dengan pesaing seperti feeder operator yang
mampu menawarkan biaya lebih rendah.Liberasi berlanjut pada tahun 1988
ketika pemerintah melonggarkan proteksi pasar domestik.Sejak itu,
pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi disyaratkan memiliki kapal
berbendera Indonesia. Jenis ijin pelayaran dipangkas, dari lima menjadi
hanya dua. Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar dalam
rute pelayaran dan penggunaan kapal (bahkan penggunaan kapal berbendera
asing untuk pelayaran domestik).Secara de facto, prinsip cabotage tidak lagi diberlakukan.Pada tahun itu pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Undang-Undang Pelayaran Nomor 21 Tahun 1992, semakin memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan UU21/92 perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan pelayaran nasional untuk pelayaran domestik. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 1999, Pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang terlalu longgar, dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
- Perusahaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 175 GT.
- Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestik hanya dalam jangka waktu terbatas (3 bulan).
- Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT.
- Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat deregulasi 1988 yang 2,500). Pengusaha agen kapal asing memprotes keras, sehingga pemberlakuan ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.
- Jaringan pelayaran domestik dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main route), pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi pelayaran dibagi menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo umum, dan kontener).
Profil Armada Transportasi Maritim Di Indonesia
Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvensional dan tanker
mendominasi armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal Indonesia
21 tahun, 2001, bandingkan dengan Malaysia yang 16 tahun, 2000, atau
Singapura yang 11 tahun, 2000). Meskipun demikian, justru pada kapasitas
muatan dry-bulk dan liquid-bulk pangsa pasar domestik
armada nasional paling kecil.Pada umumnya, kapal Indonesia mengangkut
kargo umum, tapi sekitar setengah muatandry-bulk dan liquid-bulk diangkut
oleh kapal asing atau kapal sewa berbendera asing.Secara keseluruhan
armada nasional meraup 50% pangsa pasar domestik.Sekitar 80% liquid-bulk berasal
dari P.T. Pertamina. Penumpang angkutan laut bukan feri terutama
dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal (dalam lima tahun
terakhir, PT Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan swasta juga
membesarkan armada dari 430 (1997) menjadi 521 unit (2001).Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya jenis Phinisi, seperti yang banyak berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme industri transportasi laut yang unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi sangat banyak) melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik karena alasan finansial (kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal).Industri pelayaran rakyat berperan sangat penting dalam distribusi barang ke dan dari pelosok Indonesia. Armada pelayaran rakyat mengangkut 1.6 juta penumpang (sekitar 8% penumpang bukan feri) dan 7.3 juta MetricTon barang (sekitar 16% kargo umum). Tapi kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat dari kapasitas 397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun 2001. (Sumber data: Stramindo, berdasarkan statistik DitJenHubLa).
Masalah Transportasi Maritim Di Indonesia
Dalam periode 5 tahun (19962000) jumlah perusahaan pelayaran di
Indonesia meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah 568
perusahaan (peningkatan rata-rata 10.5 % p.a). Sementara kekuatan armada
pelayaran nasional membesar, dari 6,156 menjadi 9,195 unit (peningkatan
rata-rata 11.3 % p.a).Tapi dari segi kapasitas daya angkut hanya naik
sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT. Berarti kapasitas
rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang periode
tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3 % p.a. Volume angkutan naik
dari 379,776,945 ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau
meningkat sebesar 51,653,131 ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua
pertumbuhan itu dapat dipenuhi oleh kapasitas perusahaan pelayaran
nasional (kapal berbendera Indonesia), bahkan untuk pelayaran domestik
(antar pelabuhan di Indonesia). Pada tahun 2000, jumlah kapal asing yang
mencapai 1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307 DWT meraup muatan
domestik sebesar 17 juta ton atau sekitar 31%.Saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk.Perusahaan pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional, karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan kapal.Di bidang muatan internasional (ekspor/impor) pangsa perusahaan pelayaran nasional hanya sekitar 3 % to 5%, dengan kecenderungan menurun (lihat Tabel di bawah).Proporsi ini sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran nasional.
Data tahun 2002 menunjukkan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia semakin terpuruk di pasar muatan domestik.Penguasaan pangsanya menciut 19% menjadi hanya 50% (2000: 69%).Sementara untuk muatan internasional tetap di kisaran 5%. Dari sisi finansial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa sebesar US$10.4 milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/impor saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage(yang tidak ketat) industri pelayaran nasional Indonesia malah sangat bergantung pada kapal sewa asing. Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti: banyak kapal, terutama jenis konvensional, menganggur karena waktu tunggu kargo yang berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tapi hanya sedikit yang mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles/DWT.
Pada tahun 2001 perusahaan pelayaran di Indonesia mencapai jumlah 3,078, atau berlipat 3.3 kali dari jumlah tahun 1998. Tapi dalam periode yang sama, jumlah perusahaan yang memiliki kapal sendiri hanya berlipat 1.3 kali. Perusahaan pemilik kapal yang menjadi anggota INSA (Indonesia National Shipowner Association) pada tahun 2001 tercatat 914. Dari jumlah tersebut 82% diantaranya adalah perusahaan yang mengoperasikan kurang dari 3 buah kapal, dan hanya 4% yang mengoperasikan lebih dari 10 kapal. Hanya sekitar 80% anggota INSA yang mengoperasikan kapal milik sendiri, sisanya mengoperasikan kapal sewaan.
Situasi pelayaran nasional sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestik.Situasi bagai lingkaran tak berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak kondusif.Banyak perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit memperoleh pinjaman dari pasar uang domestik. Dan di sisi lain lebih mudah memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternatif kecuali menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan scrappy.Akibatnya terjadi ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemerosotan produktivitas armada.
Masalah Investasi Transportasi Maritim
Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi
maritim, yaitu oleh Pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta.Masing-masing
kelompok terbagi dua.Di pihak Pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran
yang menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN non-pelayaran yang
hanya menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani kepentingan
sendiri.Pihak swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan
kecil (termasuk pelayaran rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana
investasi pengadaan kapal ternyata sejalan dengan pembagian tersebut.
Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok memiliki mekanisme pembiayaan
tersendiri
Hambatan dalam Pendanaan Kapal
Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan struktural dan sistematis di bidang finansial, seperti dipaparkan di bawah.- Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana: Official Development Assitance (ODA): terkonsentrasi untuk investasi publik di berbagai sektor pembangunan, kecuali pelayaran. Other Official Finance (OOF): kredit ekspor dari Jepang sedang terjadwal-ulang. Foreign Direct Investment (FDI): sejauh ini tidak ada Anggaran Pemerintah: hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman Bank Asing: tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthy) Pinjaman Bank Swasta Nasional: hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil (dalam kasus Bank Mandiri hanya 0.25% dari jumlah total kredit tersalur)
- Tingkat suku bunga pinjaman domestik 15-17% p.a. untuk jangka waktu pinjaman 5 tahun.
- Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri pelayaran;
- Saat ini, kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
- Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional. Program kredit lunak untuk pelayaran rakyat akan dihentikan, program untuk dok dan galangan kapal sudah dihapus.
- Tidak ada kebijakan pendukung.
- Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas.
Masa Depan Transportasi Maritim
Proyeksi dalam Study on the Development of Domestic Sea Transportation and Maritime Industry in the Republic of Indonesia (Stramindo)
– JICA (2003) Gambaran suram tentang transportasi maritim Indonesia
bagai mendung yang menutupi matahari. Potensi yang ada sangat besar,
sehingga masa depan sebenarnya bisa lebih cerah. Terlihat dari hasil
kajian Stramindo yang memproyeksikan pembangunan transportasi maritim
Indonesia untuk 20 tahun ke depan (2004-2024).Stramindo memprediksi bahwa dalam periode 20 tahun ke depan (20042024), volume dry cargo akan berlipat 2.8 kali, volume liquid cargo berlipat 1.4 kali, dan secara keseluruhan volume angkutan domestik akan berlipat 2 kali. Jenis muatan yang paling pesat pertumbuhannya adalah kargo kontener. Volumenya akan berlipat 5.2 kali, dari 11 juta ton (2004) menjadi 59 juta ton (2024). Pertumbuhan dry cargo sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan ekonomi, dan tidak terlalu bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam. Tingkat produksi minyak saat ini akan terhenti pada tahun 2006, seperti diperkirakan oleh Pemerintah. Di masa 20 tahun ke depan, volume angkutan minyak akan menurun, sekalipun konsumsi bertambah. Struktur logistik minyak akan berubah, sebagian volume domestik minyak mentah akan diganti dengan impor minyak.
Sebagai akibatnya, pertumbuhan volume angkutan liquid-cargo (yang didominasi minyak) tidak sepesat dry-cargo. Pertumbuhan volume penumpang (transportasi maritim maupun udara) akan sejalan dengan pertumbuhan GDP. Tapi GDP yang semakin tinggi hanya berpengaruh positif terhadap transportasi udara, dan berpengaruh negatif terhadap transportasi laut. Karena itu diprediksi proporsi laut-udara akan berubah dari 60-40 (2001) menjadi 51-49 (2024) dengan tingkat pertumbuhan rendah 1.5 kali lipat. Proyeksi pertumbuhan volume muatan barang dan penumpang domestik yang menggunakan transportasi maritime.
Disamping itu, Stramindo mengasumsikan pembesaran pangsa dari 60% (2001) menjadi 86% (2014) dan 100% (2024). Target pangsa pasar armada domestik ini bisa dicapai melalui kebijakan penerapan bertahap asas cabotage, dengan tujuan membentuk armada yang berdayasaing tinggi.Berdasarkan data tahun 2001, kapasitas armada nasional adalah 7.1 juta DWT/GT dengan umur rata-rata 21 tahun. Pada akhir dasawarsa pertama, tahun 2014, kekuatan armada nasional untuk pelayaran domestik bisa mencapai 86% besaran proyeksi akhir, dengan penambahan kapasitas 3.4 juta DWT. Hal ini hanya bisa dicapai dengan penerapan cabotage pada 7 komoditi terpilih (minyak bumi, minyak sawit, batubara, pupuk, kayu, beras, dan karet). Selain tetap mempertahankan cabotage seperti yang ada sekarang, dan penggantian kapal tua.
Karena keterbatasan anggaran pemerintah, JICA merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia mencari pinjaman sebesar Rp 2.8 trilyun dari Official Development Assistance (ODA) melalui program pembangunan pelayaran antar-pulau (interinsuler), untuk memenuhi 10% investasi domestik dalam periode 2005-2009. Melalui investasi peremajaan dan modernisasi armada transportasi maritim, diperkirakan ekonomi Indonesia akan menikmati multiplier-effect senilai Rp 251.3 trilyun pada tahun 2024. Patut digarisbawahi, bahwa selain beberapa asumsi dasar umum (misalnya pertumbuhan GDP), proyeksi tersebut di atas disusun dengan mengandaikan keberhasilan pembenahan di beberapa bidang.Pada dasarnya pembenahan tersebut bertujuan meningkatkan produktivitas dan menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk industri pelayaran. Proyeksi di atas akan berhenti hingga sebatas kertas, tanpa pembenahan yang disarankan.
Kesimpulan
Benua Maritim Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia melawan segala pihak yang tidak mau melihat bangsa Indonesia yang merdeka dan bersatu di Kepulauan Nusantara yang merupakan satu keutuhan geografis.
Indonesia sebagai negara maritim merupakan sebuah negara yang kaya akan sumber daya khususnya laut. Dari segi nilai ekonomi tentu saja ini sangat menunjang baik bagi perkembangan negara maupun masyarakatnya. Pengaruh ini cukup besar mengingat perekonomian di Indonesia bukanlah sesuatu yang bisa dibilang berhasil. Sedikit perhatian dari pemerintah mungkin dapat mengubah keadaan ekonomi di Indonesia tentunya dengan memanfaatkan sumberdaya maritimnya. Namun hal tersebut kurang diberdayakan, terkait masalah status Indonesia yang lebih dikatakan negara agraris serta kondisi maritim Indonesia yang sangat kurang perhatian dari pemerintah setempat.
Dalam industri pelayaran, bahkan transportasi maritim yang merupakan salah satu bagiannya, memiliki banyak aspek yang saling terkait.Karena itu, upaya peningkatan daya-saing pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan.Berikut dipaparkan beberapa aspek yang relevan. Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut, termasuk keselamatan dan keamanan maritim serta perlindungan laut.
Pembenahan manajemen pelabuhan, untuk peningkatan efisiensi dan produktivitas Pembangunan prasarana dan sarana penunjang pelayaran Penetapan kebijakan pelayaran nasional dan rencana strategis pembangunan perhubungan laut. Termasuk penerapan asas cabotage yang bertujuan tidak sekedar sebagai pelindung industri pelayaran domestik, tetapi untuk peningkatan daya-tawar dalam persaingan global yang sengit.
Potensi maritim belum mendapatkan prioritas penanganan secara proporsional sehingga berbagai kendala tak pernah dapat diatasi secara tuntas, terutama menyangkut upaya memelihara langkah dan keterpaduan pembangunan. Pembangunan maritim memerlukan sistem pengelolaan terpadu wilayah pesisir dan lautan.
No comments:
Post a Comment